Kamis, 13 Desember 2018

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem Pencernaan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan, hal tersebut di pengaruhi oleh 4 faktor yaitu : lingkungan, genetik, perilaku dan pelayanan kesehatan. Apabila keempat faktor tersebut mengalami suatu ketidakseimbangan, maka individu berada dalam keadaan yang di sebut dengan sakit (Notoatmodjo, 2005). Sakit adalah suatu keadaan dimana seseorang merasakan ketidaknyamanan secara fisik, mental maupun sosial karena hadirnya penyakit sehingga menyebabkan kelemahan pada tubuh dan perubahan fungsi anggota tubuh (Joyomartono,2006).
Anak merupakan aset masa depan yang akan melanjutkan pembangunan di suatu Negara. Masa perkembangan tercepat dalam kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa balita adalah masa yang paling rentan terhadap serangan penyakit. Terjadinya gangguan kesehatan pada masa tersebut berakibat negatif bagi pertumbuhan anak itu seumur hidupnya. Menurut Depkes 2000, Secara umum penyakit pada anak sangat banyak macamnya. Penyakit yang sering terjadi pada anak di anataranya batuk atau ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), diare, DHF (dengue Hemorage Fever), typoid, demam dan masih banyak lagi. Dari beberapa penyakit tersebut yang sering terjadi pada anak adalah gangguan pada sistem pencernaan.
  1. Rumusan Masalah
1.    Apa saja masalah pada sitem pencernaan pada Anak?
2.    Bagaimana Asuhan Keperawatan gangguan sitem pencernaan pada Anak?
  1. Tujuan
1.      Mengetahui apa saja masalah pada sitem pencernaan pada Anak
2.      Mengetahui Asuhan Keperawatan gangguan sitem pencernaan pada Anak


BAB II
MASALAH PADA ANAK DENGAN HIRSCHSPRUNG
A.  Pengertia Hirschsprung
Hirschsprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian usus (Wong, 1996)
Hirschsprung merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik pada plekus meinterikus dari kolon distalis (Sacharin, 1986)
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000).
Zuelser dan Wilson (1948) mengemukakan bahwa pada dingding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion prarasimpatis. Sejak saat tersebut penyakit ini lebih dikenal dengan istilah aganglionosis kongenital

B.  Etiologi
Penyebab penyakit ini belum diketahui (Greaf, 1994). Kemungkinan melibatkan faktorgenetik. Terdapat hubungan peningkatan resiko familial dari penyakit ini, dimana laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan 4:1 (Behrman, 1996)
Otot-otot usus dikendalikan oleh sel-sel saraf yang disebut sel ganglion. Pada penyakit Hirschsprung, sel-sel ganglion ini hilang dari bagian akhir usus, membentang hingga anus, ketika tidak ada saraf, maka bagian ini berukuran kecil karena tidak dapat mengembang sebagai akibatnya feses tidak dapat melewatinya. Feses akan tertahan dan menumpuk pada usus besar di bagian sebelumnya.
http://askep33.com/wp-content/uploads/2015/12/LAPORAN-PENDAHULUAN-HISPRUNG-MEGA-COLON-.jpgHirschsprung diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down Sindrome, kegagalan sel neural pada masa embrio pada dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding pleksus (Saifudin, 2009).



C.  Patofisiologi
 























D.  Tipe Hirschsprung
Menurut staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996), Hirschsprung dibedakan sesuai dengan panjang segemen yang terkena, Hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe berikut:
1.      Segmen Pendek
Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, terjadi sekitar 70% kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segemen pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibanding wanita dan kesempatan pada saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20 (Sacharin, 1986).
2.      Segmen Panjang
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996 ; Sacharin, 1986)

E.  Tanda dan Gejala
  1. Masa neonatal
    1. Gagal dalam mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
    2. Muntah berisi empedu
    3. Enggan minum
    4. Distensi abdomen
2.    Masa bayi dan kanak-kanak
a.       Konstipasi
b.      Diare berulang
c.       Tinja seperti pita berbau busuk
d.      Distensi abdomen
e.       Gagal tumbuh


F.   Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan colok dubur
Para penderita Hirschsprung, pemeriksaan colok anus sangat penting untuk dilakukan.Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rektum yang sempit, padaa saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium (feses) yang menyemprot.
2.      Pemeriksan lain
a.       Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b.      Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon stelah enema barium. Radiografi biasa akan memperlihatkan dilatasi dari kolon diatas segmen aganglionik.
c.       Biopsi rektal dilakukan dengan anestesi umum, hal ini melibatkan diperolehnya sampel lapisan otor rektum untuk pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus Aurbach (biopsi) yang lebih superfisialun untuk memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner.
d.      Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan dalam rektum dan dikembangkan. Secra normal, dikembangkannya balon akan menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit Hirschsprung tidak ada dan jika balon berada dalam usus aganglionik, dapat di identifikasi gelombang rektal yang abnormal. Uji Efek ini dilakukan pada masa neonatus karena dapat diperoleh hasil baik postif palsu ataupun negatif palsu.

G. Penatalaksanaan
1.       Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
2.      Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
3.      Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4.      Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain:
a.       Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini.
b.      Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
c.       Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
d.      Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total.

Preoperasi
Sebelum dilakukan dioperasi, bayi harus dipersiapkan:
1.      Berhenti menyusu karena bayi sudah diberikan cairan langsung ke pembuluh darah melalui infus.
2.      Akan dilakukan pemasangan pipi berupa tabung elastis yang melewati hidung menuju lambung dengan tujuan untuk menguras cairan dan udara yang mengumpul di dalamnya.
3.      Pembersihan feses secara teratur, di mana tabung tipis dimasukkan ke dalam anus dan air garam hangat digunakan untuk melunakkan dan membersihkan feses yang terperangkap.
4.      Pemberian antibiotik jika mengalami enterocolitis.

Operasi
Operasi Sebagian besar bayi akan menjalani operasi dengan teknik “pull-through“, di mana bagian usus yang terkena dibuang dan bagian usus sehat yang tersisa akan disambungkan.

Hal ini biasanya dilakukan ketika mereka berusia sekitar tiga bulan. Jika anak tidak cukup baik untuk menjalani prosedur ini – misalnya, karena mengalami enterocolitis atau penyumbatan parah – maka direncanakan untuk menjalani operasi dalam dua tahap.
Tahap pertama; beberapa hari setelah lahir, dokter bedah akan mengalihkan usus melalui lubang sementara (stoma) buatan pada perut.
Prosedur ini disebut kolostomi. Kotoran akan melewati lubang tersebut sampai mereka cukup baik untuk menjalani prosedur lain (tahap kedua) untuk menghapus bagian usus yang terkena, menutup pembukaan, dan menggabungkan bagian usus yang sehat bersama-sama. Hal ini biasanya dilakukan di sekitar usia tiga bulan.

Risiko operasi
Tidak ada prosedur operasi yang bebas risiko. Begitu pula operasi pada penyakit Hirschsprung ini, beberapa risiko kecil yang bisa terjadi antara lain:
1.       perdarahan selama atau setelah operasi.
2.       usus terinfeksi (enterocolitis).
3.       isi usus bocor ke dalam tubuh, yang dapat menyebabkan infeksi serius (peritonitis) jika tidak ditangani dengan cepat.
4.       usus menjadi menyempit atau tersumbat lagi, membutuhkan operasi lebih lanjut.

Pemulihan dari operasi
1.      Setelah operasi Hirschsprung selesai, anak perlu untuk tinggal di rumah sakit selama beberapa hari. Mereka akan diberi obat penghilang rasa sakit untuk membuat nyaman dan cairan ke pembuluh darah melalui infus sampai dapat mengonsumsi makanan sendiri.
2.      Tidak ada diet khusus yang diperlukan setelah tiba di rumah, tetapi penting agar mereka minum banyak cairan saat mereka pulih.
3.      Anak harus pulih dengan baik dan perut mereka harus berfungsi secara normal setelah operasi.
4.      Pada awalnya mereka mungkin akan mengalami rasa sakit ketika buang air besar.
5.      Kebanyakan anak mampu mengeluarkan tinja normal dan memiliki fungsi usus normal setelah operasi, meskipun mungkin membutuhkan waktu sedikit lebih lama.
6.      Beberapa mungkin mengalami sembelit terus-menerus dan harus mengikuti diet tinggi serat dan mengambil obat pencahar . Dokter akan memberitahu tentang perawatan ini.
7.      Segera hubungi dokter jika anak mengembangkan masalah seperti perut bengkak, demam, atau diare berbau busuk.


           










ASUHAN KEPERAWATAN
A.   Pengkajian.
1.                  Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2.                  Riwayat Keperawatan.
a.       Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.

3.    Pemeriksaan fisik.
a.       Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
b.      Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
c.       Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
d.      Sistem integumen.
Akral hangat.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak          adanya daya dorong.
2.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang         inadekuat.
3.      Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5.      Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.
               
C.Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan eliminasi : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
Pasien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.
1.     kaji pola BAB



2.    berikan enema/hukna bila terjadi obsipasi

3.     Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi

4.     Kolaborasi dengan tim gizi untuk penetapan diet yang tepat
1. perubahan BAB mengindefikasikan adanya kelain

2. Membantu pengeluaran feses yang keras


3. Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

4. Untuk memenuhi kebutuhan diet yang tepat
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
1.     Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.(20% BB ideal)
2.     Pantau pemasukan makanan selama perawatan
3.     Pantau atau timbang berat badan.
4.     diet rendah serat
1. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan


  1. Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
  2. Untuk mengetahui perubahan berat badan
  3. Dapat menurunkan resiko kostipasi
Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
1.    Monitor tanda-tanda dehidrasi.

2.    Monitor cairan yang masuk dan keluar.
3.    Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan
  1. Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
  2. Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
  3. Mencegah terjadinya dehidrasi

Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur
1.         Kaji terhadap tanda nyeri

2.         Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan
3.         Berikan obat analgesik sesuai program
1. Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
2. Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
3. Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat



D.Evaluasi
  1. Keadaan gizi anak( nutrisi bisa diberikan perentral untuk mengurangi zat sisa yang mengganggu pencernaan )
  2. Penilaian infeksi (penilaian infeksi harus dilakukan berkesinambungan untuk mengurangi faktor pemberat penyakit )
  3. Keadaan hemoglobin harus ada keadaan normal
  4. Kondisi anak sesuai dengan yang di inginkan
  5. Adaptasi anak sempurna
  6. Memiliki rangsang tumbuh kembang maksima


BAB III
MASALAH PADA ANAK DENGAN GASTRITIS

A.    Definisi
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung.Gastritis adalah segala radang mukosa lambung.Gastritis merupakan keadaan peradangan atau pendarahan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difusi atau local.Gastritis merupakan inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster.
Gastritis merupakan peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang di penuhi bakteri.Gastritis (penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya asam lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung sehingga mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung seperti teriris atau nyeri pada ulu hati. Gejala yang terjadi yaitu perut terasa perih dan mulas.
Berdasarkan jenisnya gastritis dibagi menjadi dua jenis penyakit gastritis yaitu:     
1.      Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut. Gatritis Akut paling sering diakibatkan oleh kesalahan makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi.
2.      Gastritis Kronis
Gastritis kronik adalah Suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun yang disebabkan oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau bakteri Helicobacter pylori. Bakteri ini berkoloni pada tempat dengan asam lambung yang pekat.

B.     Etiologi
    Penyebab Gastritis pada anak disebabkan oleh beberapa hal seperti infeksi helicobacter pylori yang masuk melalui makanan, stres pasca operasi, trauma efek samping obat, efek radioterapi, efek samping penyakit pencernaan seperti diare dan trauma sonde yaitu alat selang yang dimasukkan ke dalam tenggorokkan untuk mengirim makanan ke lambung. Kuman helicobacter pylori adalah kuman yang dapat menginfeksi lambung dan bagian usus lainnya pada anak balita tanpa menimbulkan gejala yang jelas dan sebagian besar anak balita yang menderita akibat kuman ini tidak memiliki gejala selama hidupnya .Penularan kuman ini memang belum dapat dipastikan. Faktor lingkungan yang padat dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah diduga menjadi penyebab timbulnya kuman helicobacter pylori. Orang tua atau ibu yang terinfeksi memiliki peranan penting dalam penularan kuman ini pada anaknya. 
  1. Pathway
                  
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8zdSFG0Hr85PmritQTXVPD3KLltf4qV-00VlD7fBoptET2hZGhVAMfeANfPUNlTjFw2NpwzKssGhTBgyEiPkiRRl8uKoOhwg49evsnTHh2-bxmyXlDGqg9KcddZ5u2VJWS8PuLdwg0Rs/s1600/PATHWAY+GASTRITIS+FIRWAN+TEAMPACOOL.png



D.    Patofisiologi
1.      Gastritis Akut. Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiitasi mukosa lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi : Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
2.    Gastritis Kronik. Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan.

E.       Tanda dan gejala
Gejala sakit maag pada anak hampir sama dengan sakit perut pada umumnya yang disertai dengan mual, muntah serta rasa kembung. Dan, apabila diamati, pusat sakit berasal dari daerah lambung ke atas, mulai dari ulu hati hingga ke rongga dada. Apabila sakitnya bertambah parah, akan disertai rasa terbakar pada dada. Ciri lainnya adalah ketika anak muntah disertai darah yang mirip kopi, darah ini terkena asam lambung akibat luka pada lambung. Selain itu, jika anak terlihat tidak nafsu makan, lemah serta mengalami penurunan berat badan maka harus diwaspadai anak terkena sakit maag. Gejala sakit maag ini, biasanya timbul atau mulai terasa pada malam hari. Jangan biarkan hal ini terus berlanjut, bawalah segera anak Bunda ke dokter untuk mendapatkan pertolongan dan dokter akan memberikan antacida untuk meredakan gejala serta antibiotik jika ditemukan adanya infeksi bakteri. Jangan pernah mencoba memberi anak Bunda obat maag yang berada di warung atau di pasaran karena obat maag yang beredar di pasaran tidak diperbolehkan dikonsumsi oleh anak.



F.   Manifestasi Klinik
1.      Gastritis Akut  yaitu mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia
2.      Gastritis Kronik   Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.
      F. Penatalaksanaan Medis
Gastritis bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total. Gastritis adalah penyakit yang dapat kambuh apabila si penderita tidak makan teratur, terlalu banyak makan, atau sebab lain. Biasanya untuk meredakan atau menyembuhkannya penderita harus meminum obat jika diperlukan. Tetapi gastritis dapat di cegah, yaitu dengan cara makan teratur, makan secukupnya, cuci tangan sebelum makan dan jangan jajan sembarangan.
Obat-obatan untuk penyakit gastritis umumnya dimakan dua jam sebelum makan dan dua jam sesudah makan. Adapun dengan tujuan obat diminum dua jam sebelum makan yaitu untuk menetralisir asam lambung, karena pada saat tersebut penumpukkan asam lambung sudah sangat banyak dan didalam lambung penderita pasti telah terjadi luka-luka kecil yang apabila terkena asam akan terasa perih. Kemudian obat yang diminum dua jam sesudah makan bertujuan untuk melindungi dinding lambung dari asam yang terus diproduksi. Akhirnya dua jam setelah makan, asam yang di lambung akan terpakai untuk mencerna makanan sehingga sudah ternetralisir dan tidak akan melukai dinding lambung.

G. Pengkajian focus
Pengkajian meruakan dasar pertama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan dan merupakan suatu proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
1)      Riwayat keperawatan
Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama dan nama orangtua. Keluhan utama klien biasanya mengeluh gastritis akut atau kronis biasanya disertai muntah, tidak nafsu makan dan diserai dengan demam ringan atau demam tinggi pada anak yang menderita infeksi usus.
Riwayat penyakit sekarang meliputi lamanya keluhan : masing-masing orang berbeda tergantung pada tingkat mual, atau gizi, keadaan sosial, ekonomi,, hygiene dan sanitasi. Akibat timbil keluhan : anka menjadi rewl dan gelisah, badan menjadi lemah dan aktivitas bermain kurang. Factor yang memperberat adalah ibu menghentikan pemberian makanan, anak tidak mau makan dan minum.
Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak maupun keluarga. Apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat dirumah sakit.
Riwayat kehamilan dan kelahiran yang ditanyakan meliputi keadaan ibu saat hamil, gizi, usia kehamilian dan obat-obatan. Hal tersebut juga mencakup kesehatan anak sebelum ampai sesudah lahir. Riwayat tumbuh kembang yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia anak sekarang.
Imunisasi yang ditanyakna kepada orangtua adalah apakah anak mendapatkan imunisasi secara lengkap sesuai dengan usianya dan jadwal pemberian serta efek samping dari pemberian imunisasi seperti panas alergi dan sebagainya.
Psikososial yang ditanyakan meliputi tugas perkembangan sosial anak, kemampuan beradaptasi selama sakit, mekanisme koping yang digunakan oleh anak dan keluarga. Respon emosional keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stres mencakup juga harapan-harapan keluarga terhadap kesembuhan penyakit anak.
Kesehatan fisik meliputi pola nutrisi seperti frekuensi makanan, jenis makanan, makanan yang disukai atau tidak disukai dan keinginan untuk makan dan minum. Pola aktivitas juga ditanyakan baik dirumah dan juga bagaimana pola hygiene tubuh seperti mandim keramas dan gaji baju. Kesehatan mental meliputi pola interaksi anak, pola kognitif anak, pola emosi anak saat dirawat, pola psikologi keluarga serta  kopingnya dan pengetahuan keluarga dalam mengenali penyakit anak.           
2)      Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum klien
Pada anak terdapat keluhan dan kelainan-kelainan yang perlu mendukung perlu dikaji adanya tanda-tanda dehidrasi seperti mata cekung, ubun-ubun besar cekung, mukosa bibir, adanya nyeri atau disentri abdomen, demam.




b.      Pola fungsional kesehatan
Pola fungsional kesehatan dapat dikaji melalui pola Gordon dimana pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sistematis dengan cara mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus.
Model konsep & tipologi pola kesehatan fungsional menurut Gordon.
1.      Pola persepsi-managemen kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2.      Pola nutrisi dan metabolic
Menggambarkan masukan nutrisi, cairan dan elektrolit. Nafsu makan, pola makan diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah, keutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
3.      Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi.
4.      Pola Latihan – aktivitas
Menggaambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi
5.      Pola kognitif perceptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh.
6.      Pola istirahat tidur
Menggambarkan ola tidur, istirahat dan persepsi tentang energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur.
7.      Pola konsep diri-persepsi diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan peprsepsi terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sndiri.




  1. Diagnosa keperawatan
1.      Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan muntah)
2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  anorexia
3.      Nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi

I . intervensi keperawatan 
No
Dx keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan muntah)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24jam,masalah kekurangan volume cairan pasien dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan volume cairan adekuat dengan dibuktikan oleh mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler berwarna merah muda, input dan output seimbang.
1. Penuhi kebutuhan individual. Anjurkan klien untuk minum  (dewasa : 40-60 cc/kg/jam).

2.Awasi tanda-tanda vital, evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membran mukosa

3. Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan pada defekasi

4. Berikan terapi IV line sesuai indikasi

5. Kolaborasi pemberian cimetidine dan ranitidine

1. Intake cairan yang adekuat akan mengurangi resiko dehidrasi pasien

2. menunjukkan status dehidrasi atau kemungkinan peningkatan kebutuhan penggantian cairan.

3. Aktivitas/muntah meningkatkan tekanan intraabdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut.

4.Mengganti kehilangan cairan yang hilang dan memperbaiki keseimbanngan cairan segera.

5. Cimetidine dan ranitidine berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung
2
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  anorexia

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
  ­- Keadaan umum cukup
-Turgor kulit baik
-  BB meningkat
-  Kesulitan menelan berkurang

1. Anjurkan pasien untuk makan sedikit demisedikit dengan porsi kecil namun sering.

2. Berikan makanan yang lunak dan makanan yang di sukai pasien/di gemari.

3. lakukan oral higyne 2x sehari

4. timbang BB pasien setiap hari dan pantau turgor kulit,mukosa bibir dll

5. Konsultasi dengan tim ahli gizi dalam pemberian menu.

1. Menjaga nutrisi tetap terpenuhi dan mencegah terjadinya mual dan muntah yang berlanjut.


2. Untuk mempermudah pasien dalam mengunyah makanan.


3. kebersihan mulut akan merangsang nafsu makan pasien.

4. Mengetahui status nutrisi pasien.

5. Mempercepat pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan pemberian menu yang tepat sasaran.

3.
Nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
 - Nyeri klien berkurang atau hilang.
- Skala nyeri 0.
- Klien dapat relaks.
- Keadaan umum klien baik.

1. Puasakan pasien di 6jam pertama,

2. Berikan makanan lunak sedikit demi sedikit dan berikan minuman hangat,

3. Atur posisi yang nyaman bagi klien.

4. Ajarkan teknik distraksi dan reklasasi.

5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik

1. Mengurangi inflamasi pada mukosa lambung,

2. Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan setelah puasa terlalu cepat,

3. Posisi yang tepat dan dirasa nyaman oleh klien dapat mengurangi resiko klien terhadap nyeri.

4. Dapat membuat klien jadi lebih baik dan melupakan nyeri.

5. Analgetik dapat memblok reseptor nyeri pada susunan saraf pusat.


E. Evaluasi
Evaluasi pada klien dengan Gastrtitis, yaitu :
  1. Keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi
  2. Kebutuhan nutrisi teratasi
  3. Gangguan rasa nyeri berkurang
  4. Klien dapat melakukan aktifitas
  5. Pengetahuan klien bertambah.





BAB IV
MASALAH PADA ANAK DENGAN DIARE
A.    Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair attau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari pada biasanya lebih dari 200 gr atau 200 ml/24 jam. Defiisi lain memakai frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari  3 kali perhari. Buang air besar tersebut dapat/tanpa disertai lendir darah. Penilaran diare melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare atu melalui makan/minuman yang terkontaminasi bakteri pathogen yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita dan juga dapat melalui udara atau melalui aktifitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal. (sudoyo Aru, dkk 2009).
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan / atau lender dalam feses. Secara epidemiologic, biasanya diare di definisikan sebagai pengeluaran feses lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam sehari, tetapi ibu mungkin menggunakan istilah berbeda-beda untuk menggambarkan diare. Secara lebih praktis diare di definisikan sebagai peningkatan frekuensi defekasi atau konsistensi feses menjadi lebih lunak pada anak sehingga dianggap abnormal oleh ibu anak tersebut. (Depkes RI & DITJEN PPM & PLP, 1999).
Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di duni asetiap tahun (Syam, A.F, 2008).
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sementara UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena Diare (USAID & ESP, 2008).
Penanganan diare tidak dapat dianggap mudah. Pemberian cairan yang mengandung elektrolit penting memang baik untuk mencegah dehidrasi penderita, tetapi pemberian obat anti diare yang tidak pada tempatnya malah berbahaya (Syam, A.F, 2008). Saat ini, tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare. Antibiotika tidak efektif melawan kebanyakan organisme yang menyebabkan diare, jarang membantu dan dalam jangka panjang dapat membuat beberapa orang lebih sakit. Penggunaan yang sembarangan bisa meningkatkan resistensi beberapa organisme  penyebab penyakit terhadap antibiotika. Disamping itu antibiotika mahal, sehingga membuang uang. Maka antibiotika tidak digunakan secara rutin (WHO, 1992). Dengan kondisi tersebut, Proses hospitalisasi pada anak karena diare yang hampir rata-rata 4-6 hari perawatan. Salah satu penyebab karena tidak lekas berhentinya diare sehingga rehidrasi harus tetap dilakukan.

B.     Etiologi
1.      Diare akut
Virus: rotavirus, adenovirus, norwalk virus.
Parasit. Protozoa; giardiablambdia, entamoeba hystolitica, trikomonas hominis, cacing (A lumbricoidis, A duedonale, N. Americanus, T. Trechiura, O. Vermicularis, T. Saginata, T.sollium). bakteri yang memproduksi enteroktosin (S aureus, c.oerfringens, e coli) dan yang menimbulkan inflamasi mukosa usus (Shingella, salmonella spp, yersinia.
2.      Diare kronik
Umumnya diare kronik dapat dikelompokan dalam 6 kategori pathogenesis terjadinya
-          Diare osmotic
-          Diare sekretorik
-          Diare karena gangguan motilitas
-          Diare inflamatorik
-          Malabsorbsi
-          Infeksi kronik
C.    Patofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan factor diantaranya pertama factor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absors cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan system transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Kedua factor melabpsorsi merupakan kegagalan dalam meelakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi penggeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. Ketiga, factor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang mengakibatkan diare. Keempat factor psikologis dapat memengaruhi terjadinya penigkatan peristaltic usus yang akhirnya memengaruhi proses penyerapan makanan yang menyebabkan diare.



























D.    Manifestasi klinis
1.      Diare akut
-          Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset
-          Onset yang tak terduga dari BAB encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak, nyeri perut
-          Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
-          Demam
2.      Diare kronik
-          Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang
-          Penurunan BB dan nafsu makan
-          Demam indikasi terjadi infeksi
-          Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut lemah.
Diare dimulai dengan bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Feses makin cair mungkin mengandung darah dan atau lendir, dan fese berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu. Akibat seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karen afeses makin lama menjadi asam. Hal tersebut terjadinakibat banyaknya asam laktat yang dihasilkan dari pemecahan laktosa yangb tidak dapat di absorbsi oleh usus.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak mengalami kehilangan cairan dan elektrolit, terjadi gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus otot dan turgor kulit menurun, dan selaput lendir mulut serta bibir terlihat kering.
 
  1. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan diare akut ditujukan untuk mencegah dan mengobati dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat kerusakan mukosa usus, penyebab diare yang spesifik, gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk memperoleh hasil yang baik pengobatan harus rasional.
1.      Pemberian cairan pada diare dehidrasi murni
a.       Jenis cairan
1)      Cairan rehidrasi oral
·         Formula lengkap, mengandung NaCl, NaHCO3, KCl, dan Glukosa
·         Formula sederhana, hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau karbohidrat lain.
2)      Cairan parenteral
b.      Jalan pemberian cairan
·         Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran baik.
·         Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak mau minum, atau kesadaran menurun.
·         Intravena untuk dehidrasi berat.
c.       Jumlah cairan
Jumlah cairan yang hilang didasarkan pada berat badan dan usia anak
d.      Jadwal pemberian cairan
1)      Belum ada dehidrasi
·         Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar
·         Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
2)      Dehidrasi ringan
·         1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik
·         Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
3)      Dehidrasi sedang
·         1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik
·         Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
4)      Dehidrasi berat
Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak
2.      Pengobatan dietetic
a.       Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan  berat badan kurang dari 7kg, jenis makanannya adalah:
·         Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung rendah laktosa dan asam lemak tak  jenuh)
·         Makanan setengah padat (  bubur susu) atau makanan padat (nasi tim)
·         Susu khusus, sesuai indikasi kelainan yang ditemukan
b.      Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg. Jenis makanannya adalah makanan padat atau makanan cair/ susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah.
3.       Obat - obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atautanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau kar bohidrat lain(gula, air tajin, tepung beras, dll)
a.       Obat antisekresi
b.      Obat antispasmolitik
c.       Obat pengeras tinja
d.      Antibiotika
4.       Pencegahan
Pada umumnya, anak buang air besar sesering-seringnya 3 kali sehari dan sejarang-jarangnya sekali tiap 3 hari. Bentuk tinja tergantung pada kandungan air dalam tinja. Pada keadaan normal, tinja berbentuk seperti pisang. Dilihat dari kandungan airnya bentuk tinja bervariasi mulai dari “cair” (kadar airnya paling tinggi, biasanya terjadi pada diare akut), “lembek” (seperti bubur), “berbentuk” (tinja normal, seperti pisang), dan “keras” (kandungan air sedikit seperti pada keadaan sembelit). Pada bayi berusia 0-2 bulan, apalagi yang minum ASI, frekuensi buang air besarnya lebih sering lagi, yaitu bisa 8-10 kali sehari dengan tinja yang encer, berbuih dan berbau asam. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.
Warna tinja yang normal adalah kuning kehijauan, tetapi dapat bervariasi tergantung makanan yang dikonsumsi anak. Yang perlu diperhatikan adalah bila tinja berwarna merah (mungkin darah) atau hitam (mungkin darah lama/beku) atau putih seperti dempul (pada penyakit hati).

              







              
Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Sistem Pencernaan (DIARE)
A.    Pengkajian
1.      Identitas pasien/biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahr, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua. Pada pasien diare akut, sebagian besar adalah anak yang berumur dibawah 2 tahun. Insiden paling tinggi terjadi pada umur 6-11 bulan karena pada masa ini mulai diberikan makanan pendamping. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan (Depkes RI, 1999).
2.      Keluhan utama
Buang air besar lebih 3 kali sehari, BAB <4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), bab 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/sedang), atau BAB >10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten.
3.      Riwayat penyakit sekarang menurut (Suharyono, 1999). Yaitu:
a.       Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
b.      Tinja makin cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c.       Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
d.      Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak
e.       Diuresis terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg /BB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi, urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang, tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat).
4.      Riwayat kesehatan, meliputi:
a.       Riwayat imunisasi terutama campak, karena diare lebih serng terjadi atau berakibat beratbpada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penurunan kekebalan pada pasien.
b.      Riwayat alergi terhadap makan atau obat-obatan (antibiotik) karena faktor ini merupakan salah satu kemingkinan penyebab diare
c.       Riwayat penyakit yang serng terjadi pda anak berusia dibawah 2 tahun basanya adalah  atuk, panas, pilek, dan kejang gerjadi sebelum, selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan unuk melihat tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilotis, faringitis, bronkopneumonia, dan esefalitis.
5.      Riwayat nutrisi
Riwayat pemberian makanan sbekum sakit diare meliputi:
a.       Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi risiko diare dan infeksi yang serius.
b.      Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah menimbulkan pencernaan
c.       Perasaan haus, anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan/sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa minum.
6.      Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum:
-          Baik, sadar (tanpa dehidrasi)
-          Gelisah, rewel (dehidrasi ringam atau sedang)
-          Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat)
b.      Berat badan. Menurut (S. Partono 1999), anak yang diare denga dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan sebagai berikut:
Tingkat dehidrasi
% kehilangan berat badan

Bayi
Anak besar
Dehidrasi ringan
5 % (50 ml/kg)
3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang
5-10% (50-100 ml/kg)
6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat
10-15% (100-150 ml/kg)
9% (90 ml/kg)
Persentase penurunan BB tersebut dapat diperkirakan saat anak dirawat dirumah sakit. Sedangkan dilapangan untuk menentukan dehidrasi, cukup dengan menggunakan penilaian keadaan anak.
Derajat dehidrasi  bedasarkan presentase penurunan berat badan (BB).
Penurunan BB 2-5% = dehidrasi ringan
Penurunan BB 5-8%  = dehidrasi sedang
Penurunan BB 8-10% = dehidrasi berat

Contoh: Berat badan sebelum sakit 22,5kg, berat badan selama sakit 21kg, mengalami penurunan berat badan 1,5kg.
Persentase penurunan berat badan = 1,5 x 100 = 6,67% = 7 %
                                                           22,5
Rumus BB normal anak
umur 6- 12 bulan =  n (umur dlm bulan)+ 9
                                 2
umur 1-6 thun = 2n+8

umur 6- 12 tahun = 7n-5
                                 2

Rumus kebutuhan cairan anak berdasarkan BB normal
BB < 10 KG = 100 x BB
BB 11- 20 KG = 1000 + 50 (BB -10)
BB 20 KG = 1000 + 20 (BB - 20)           
c.       Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapatbdilakukan pemeriksaan turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari (bukan kedua kuku), apabila turgior kembalibdengan cepat (kurang dari 2 detik) berarti diare tersebut tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali dengan lambat (cubitan kembali dalam waktu 2 detik), ini berarti diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor kembai sangat lambat (cubitan kembali lebih dari 2 detik) ini termasuk diare dengan dehidrasi berat.
d.      Kepala
Anakberusia di bawah  2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunya biasanya cekung
e.       Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan/sedang kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat kelopak matanya sangat cekung.
f.       Mulut dan lidah
-          Mulut dan lidah basah ( tanpa dehidrasi)
-          Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang)
-          Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)
7.      Abdomen kemungkinan mengalami distensi, kram dan bisin usus yang meningkat
8.      Anus, apaka da iritasi pada kulitnya
9.      Pemeriksaan penunjaang
Pemeriksaan lab penting artinya dalam menegalkan diagnosis (kausal) yang tepat sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula, pemeriksaan yang perlu dilakukan pada anak mengalami diare, yaitu:
-          Pemeriksaan tinja, baik secara makrsoskopi maupu mikroskopi dengan kultur
-          Tes malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (Ph, cini test) lemak dan cultur urine.
Tanda/gejala yang tampak
Klasifikasi
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:
1.      Letargis atau tidak sadar
2.      Mata cekung
3.      Tidak bisa minum atau malas minum
4.      Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat
Diare dengan dehidrasi berat







Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:
1.      Gelisah, rewel, atau mudah marah
2.      Mata cekung
3.      Haus, minum dengan lahap
4.      Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat tau ringan/sedang
Diare tanpa dehidrasi
Diare selama 14 hari atau lebih disertai dengan dehidrasi
Diare persisten berat
Diare selama 14 hari atau lebih tanpa disertai dengan dehidrasi
Diare persisten
Terdapat darah dalam tinja (berak campur darah)
Disentri

B.     Diagnosa
1.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder terhadap diare.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
3.       Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5.       Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6.      Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

C.    Tahap perencanaan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jamkeseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal.
Kriteria Hasil: 
-Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5c, RR : < 40 x/mnt )
-Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
-Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

1. Pantautanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit.
2. Pantau intake dan output.
3. Timbang berat badan setiap hari
4. Anjurkan keluargauntuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr.
5. kolaborasi
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
- Cairan parenteral (IV line) sesuai dengan umur


- Obat-obatan:(antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)

1. Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit.
2. Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt.
4. Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

5. -koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi)
- Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan:
Setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
-Nafsu makan meningkat
-BB meningkat atau normal sesuai umur

1. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
2. ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari baunyang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
3. berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
4. monitor intake dan output dalam 24 jam
5. kolaborasi dengan tim kesehatan lain:

- terapi gizi: diet TKTP rendah serat, susu
- vitamin (A)
1. Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2. situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3. Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4. Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5. Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3.
Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare

Tujuan:
Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil:
suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C) Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)


1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
2. Berikan kompres hangat
3. Kolaborasi pemberian antipirektik
1. Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2. merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3. Merangsang pusat pengatur panas di otak

4.
Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan   peningkatan frekwensi BAB (diare)

Tujuan:
setelah dilakukan tindaka keperawatan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
kriteria hasil:
- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
-Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
1. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
2. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
3. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
1. Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2. Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3. Melancarkan vaskularisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi.

5.
Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan:
setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
kriteria hasil:
Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel

1. Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan
2. Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
3. Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
4. Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
5. Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
Kasih sayang serta pengenalan diri perawat akan menumbuhkan rasa aman pada klien.

                                                                                                                       
D.    Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah direncanakan sebelumnya
E.     Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai.
















BAB V
MASALAH PADA ANAK DENGAN TYPOID

1.    Pengertian

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. (Sjaifoellah Noer, 1997 hlm 435)
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.  (Darmowandowo, 2006)
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.(FKUI, 2000)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ) ( Patriani, 2008)

2.    Anatomi dan FIsiologi

 Usus halus/intestinum minor
Usus halus adalah bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari:
Lapisanusus halus; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M. sirkuler), lapisan otot memanjang ( M. longitudinal), dan lapisan serosa ( sebalah luar).

a.    Duodenum,
di sebut juga usus 12 jari panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit di sebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu ( duktus koledokus) dan saluran pancreas ( duktus wirsungi/ duktus pankreatikus).
Empedu di buat di hati untuk di keluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsi kan lemak, dengan bantuan lipase.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kalenjar, kalenjar ini di sebut kalenjar-kalenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.

b.    Yeyenum dam Ileum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ±6 m. dua perlima bagian adalah (yeyenum) dengan panjang 23 m dan ileum dengan panjang 4-5 m. lekukan yeyenum dan ileum meletak pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas di kenal sebagai mesenterium.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraa lubang yang bernama urifisium ileoseikalis, urifisium ini di perkuat oleh sfinter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhini yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon asendens tidak masuk kembali keadaan ileum.

   
Fungsi usus halus
1.    Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2.    Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3.    Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida

Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan :
1.    Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik
2.    Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
a.    Lactase mengubah lactase menjadi monosakarida.
b.    Maltose mengubah maltosa menjadi monosakarida.
c.    Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida. (Syafuddin, 1997 hlm 78 )

3.    Etiologi

Etiologi demam thypoid adalah :
a.    Bakteri Salmonella Thyposa
b.    Bakteri Salmonella Parathyposa A, B, dan C
Salmonella Thyposa sangat resisten dan dapat hidup lama dalam air yang keruh atau pada makanan yang terkontaminasi. Salmonella paratyphi basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya empat macam antigen yaitu antigen O (somatik), H (flagela), VI dan protein membran hialin (Kasendaadhd, 2008)

4.    Pathofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus.demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
(Sjaifoellah Noer, 1997 hlm 435)

5.    Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul sangat bervariasi dimana timbul secara tiba-tiba atau berangsur-angsur.adapun gejala awal ditandai dengan :
a.    Malaise
b.    Anorexia
c.    Lidah kotor (tampak keputihan)
d.    Sakit kepala
e.    Rasa tak enak diperut
f.     Nyeri seluruh tubuh (psykosomatis)


           Gejala klinis :

            Minggu I :
1.    Demam tinggi bertahap
2.    Nyeri kepala
3.    Pusing
4.    Nyeri otot
5.    Anoreksia
6.    Perasaan tidak enak diperut,batuk
7.    Epistaksis

            Minggu II :
1.    Demam kontinyu
2.    Apatis,lemah,delirium sampai dengan comatus
3.    Bradikardia relative
4.    Lidah yang khas (kotor di tengah, tepid an ujung merah dan tremor)
5.    Hepatomegal, spenomegali



           Minggu III :
1.    Disorientasi mental
2.    Dimungkinkan bisa timbul perdarahan atau perforasi
            Minggu IV :
1.    Demam mulai menurun
2.    Perbaikan keadaan umuum (Sjaifoellah Noer, 1997 hlm 438)



6.    Komplikasi

Komplikasi demam typhoid dapat dibagi dalam :
1.    Komplikasi intestinal
a.    Perdarahan usus
b.    Perforasi usus
c.    Ileus paralitik
2.    Komplikasi ekstra intestinal
a.    Komplikasi kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, thrombosis dan tromboflebitis.
b.    Komplikasi darah
Anemia hemolitik, trombositopenia, dan sindrom uremia hemolitik
c.    Komplikasi paru
Pneumonia empiema dan pleurutis
d.    Komplikasi hepar dan kandung empedu, hepatitis, dan kolesistisis
e.    Komplikasi ginjal
Glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f.     Komplikasi tulang
Osteomilitis, periostitis, spondilitis, dan artritis

g.    Komplikasi neuropsikiatrik
Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer. (Sjaifoellah Noer, 1997 hlm 437)

7.    Pemeriksaan Diagnostik

1.    Pemeriksaan laboratorium
a.    Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b.    Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit.
c.    Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi.
d.    Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat.
e.    Pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya dema typhoid.  Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan. ( Patriani, 2008)

8.    Penatalaksanaan Medis

1.    Tirah baring selama demam masih ada sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari.
2.    Diet TKTP tetapi rendah kalori
3.    Bila terjadi deman beri kompres dingin
4.    Obat-obat antimikroba :
         Klorampenikol 4x500 gram selama 2 minggu
         Amoksillin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari dan ampisillin dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
         Ko-trimoksasol dengan dosis 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari
         Sefalosporin
         fluorokinolon
5.    obat-obat  kortikosteroid, bila ada indikasi toxicosis dapat diberika kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap selama 5 hari.
6.    Bila ada indikasi perforasi usus dilakukan operasi
7.    Mobilisasi bertahap bila panas badan mulai menurun.( Ummusalma, 2007)


9. Pencegahan

Usaha terhadap lingkungan hidup:
a.    Terhadap lingkungan
1)    Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan
2)    Pembuangan kotoran manusia (faeces) BAB dan BAK yang tertutup
3)    Pemberantasan lalat
4)    Pengawasan terhadap rumah-rumah makan dan penjualan makanan.
b.    Terhadap manusia
1)    Imunisasi aktif maupun pasif
2)    Menemukan dan mengawasi Carier Typhoid
3)    Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene lingkungan dan sanitasi lingkungan.


B.   ASUHAN KEPERAWATAN

1.    Pengkajian

a.    Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
Perubahan dan penatalaksana kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
b.    Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
c.    Pola aktivitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d.    Pola tidur dan aktivitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur
e.    Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Pasien thypes ini biasanya mengalami dua macam penyakit yaitu konstipasi dan diare. Retensi urine juga bisa terjadi pada pasien thypes. Intake dan output cairan dan nutrisi dalam tubuh harus seimba
f.     Pola reproduksi dan seksual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
g.    Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
h.    Pola persepsi dan konsep diri

Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
i.      Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.

j.      Pola hubungan dan peran
Pasien tidak bisa berisolasi dengan keadaan sekitar sehubungan dengan penyakitnya.
Keluarga juga ikut aktif dalam upaya penyembuhan pasien (Pola Gordon). (Patriani, 2008)

2.    Diagnosa Keperawatan

a.    Hipertermi b.d proses infeksi usus halus
b.    Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrient, anoreksia
c.    Perubahan kenyaman ( nyeri perut ) b.d proses infeksi.
d.    Perubahan kenyamanan ( mual ) b.d proses infeksi usus halus.
e.    Konstipasi b.d peristaltik usus menurun akibat gangguan fungsi usus halus, kurang aktifitas.
f.     Intoleransi aktivitas b.d badan lemah, nyeri perut.
g.    Diare b.d gangguan absorbsi nutrien.
h.    Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d mual, muntah, diare.
i.      Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit.  ( Kasendaadhd, 2008)

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1.                  Hipertermi b/d proses infeksi usus halus
Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien akan menunjukkan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.

Intervensi :
a.    Pantau suhu pasien, perhatikan menggigil/ diaforesis
Rasional: suhu 38,9ºC- 41,1ºC menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
b.    Pantau suhu lingkungan , batasi atau tanbahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
Rasional: suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
c.    Berikan kompres mandi hangat , hindari penggunaan alcohol
Rasional: dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan air es atau alcohol mungkin menyabakan kedinginan, peningkatan suhu secara actual. Selain itu, alcohol dapt mengeringkan kulit.
d.    Berikan antipiretik sesuai indikasi
Rasional: dapat membantu menurunkan demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organism, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.


2.    Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan dan criteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah teratasi dengan criteria pasien akan: menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan BB, bebas tanda mal nutrisi.




Intervensi:
a.    Awasi pemasukan diet/ jumlah kalori, berikan makan sedikit dalam frekuensi sering.
Rasional: makan banyak sulit untuk diatur bila pasien anoreksia.
b.    Anjurkan makan dalam posisi tegak.
Rasional: menurunkan rasa penuh pada andomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
c.    Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen.
Rasional: bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih  mudah dicerna/ toleran bila makanan lain tidak dapat masuk.
d.    Berikan obat antiemetic sesuai indikasi.
Rasional: diberikan ½ lam sebelum makan, dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan.



3.    Perubahan kenyaman ( nyeri perut ) b.d proses infeksi.
Tujuan dan criteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah teratasi dengan criteria: klien melaporkan nyeri berkurang, klien mengetahui cara mengendalikan nyeri.

Intervensi:
a.    Kaji karakteristik nyeri: tingkat nyeri, penyebab, kualitras nyeri, daerah, skala, waktu.
Rasional: mengetahuli tindakan yang tepat untuk mengendalikan nyeri.
b.    Kaji tanda vital setiap 8 jam
Rasional: kenaikan suhu dan tekanan darah dimungkinkan nyeri bertambah parah.
c.    Ajarkan teknik napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri.
Rasional: napas dalam sangat baik untuk relaksasi dan perasaan tenang.
d.    Berikan analgetik sesuai indikadsi.
Rasional: mengurangi rasa nyeri.



















BAB VI
MASALAH PADA ANAK DENGAN KONTIPASI
A.    DEFINISI
Berikut pengertian konstipasi dari beberapa sumber sebagai berikut:
A.    Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).
B.     Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995). 
C.     Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1 bulan (Mansjoer, 2000).
D.    Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena feses keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak teratur, faktor psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak adekuat dan abnormalitas usus. (Paath, E.F. 2004) .
E.     Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekunsi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum. (Potter & Perry, 2005).  
Normalnya pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap normal.
F.      Tipe Konstipasi
Berdasarkan International Workshop on Constipation, adalah sebagai berikut:

a.       Konstipasi Fungsional
Kriteria:
Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan:
a.       Mengedan keras 25% dari BAB
b.      Feses yang keras 25% dari BAB
c.       Rasa tidak tuntas 25% dari BAB
d.      BAB kurang dari 2 kali per minggu
b.      Penundaan pada muara rectum
Kriteria:
a.       Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB
b.      Waktu untuk BAB lebih lama

Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.

B.     Etiologi
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai berikut:
tidak seperti konstipasi pada dewasa, konstipasi pada anak-anak sering disebabkan karena kebiasaan dibandingkan dengan penyakit malnutrisi. Penyebab umum kostipasi pada anak biasanya karena kebiasaan menunda defekasi dan melewatkan BAB. sembelit paling sering terjadi ketika feses bergerak terlalu lambat melalui saluran pencernaan, menyebabkan feses menjadi keras dan kering. banyak faktor yang dapat berkontribusi untuk sembelit pada anak-anak, yaitu:
1.         Defekasi yang tertahan. Anak mengabaikan dorongan untuk buang air besar karena takut terhadap toilet atau tidak ingin berhenti bermain. beberapa anak menahan BAB saat mereka berada jauh dari rumah karena mereka merasa tidak nyaman menggunakan toilet umum. Nyeri buang air besar disebabkan oleh feses yang besar,feses yang keras juga dapat mengakibatkan pemotongan feses. jika sakit pada waktu BAB, anak akan menghindari defekasi tersebut karena pobia.
2.         Pelatihan toilet yang terlalu dini. Jika mulai menggunakan toilet terlalu tepat, anak mungkin memberontak terus dan menahan fesesnya. jika pelatihan toilet menjadi sulit,kebiasaan mengabaikan keinginan untuk buang air besar menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan.
3.         Perubahan diet. Tidak cukup serat buah dan sayuran atau cairan dalam diet anak dapat menyebabkan sembelit. Entuk beberapa anak-anak, terlalu banyak susu dan tidak cukup air dapat juga menyebabkan sembelit.
4.         Perubahan aktivitas rutin.setiap perubahan seperti perjalanan, cuaca panas atau stress akan dapat mempengaruhi fungsi usus.
5.         Obat atau penyakit. Antasida, antidepresan, codein dan berbagai obat lain dapat memberikan kontribusi untuk sembelit. Perubahan nafsu makan anak atau diet karena penyakit mungkin memiliki efek yang sama. dapat juga terjadi karena infeksi.
6.         Alergi susu sapi. Alergi terhadap susu sapi atau minum banyak susu sapi juga kadang-kadang menyebabkan sembelit.
7.         Riwayat keluarga atau faktor genetik dan lingkungan dapat membuat anak lebihmungkin mengalami sembelit.
8.         Kondisi medis. Terkadang sembelit pada anak-anak ditunjukkan oleh adanya kelainan anatomi, atau masalah metabolik pencernaan, atau kondisi lain yang mendasarinya. Pada persentase kecil kasus, konstipasi mungkin mengindikasikan beberapa penyakit seperti Hirshsprung Ms disease ( kondisi serius pada anak karena tidak adanya dinding saraf pada intestinal), abnormalitas anus atau rektum atau adanya keracunan.
9.         Sakit pada saat buang air besar 
10.     Sibuk sehingga tidak menyempatkan untuk ke toilet
11.     Perasaan cemas pada anak karena situasi yang dapat menyebabkan stress, seperti pisah dari orang tua, kelahiran saudara, atau kematian dari anggota keluarga

C.    Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara lain: rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen). Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid. Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologis pada rektum, sebagai berikut:
a.       Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rectum
b.      Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.
c.       Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.

D.    Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain, karena pola makan, hormon, gaya hidup, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:
A.    Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti sedang hamil).
B.     Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah).
C.    Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus mengejan ataupun  menekan-nekan  perut  terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja.
D.    Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
E.     Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
F.     Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang
G.    Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).
H.    Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
a.    Konsistensi feses yang keras,
b.   Mengejan dengan keras saat BAB,
c.    Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan
d.   Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

E.     Manifestasi klinik
Konstipasi dibagi menjadi 2 antara lain :
1.      Konstipasi akut
Lama konstipasi ini berkisar antara 1-4 minggu penyebab dari konstipasi ini adalah infeksi virus, obstruksi mekanis, dehidrasi, dan botulism infantil
2.   Konstipasi kronik
lama konstipasi ini berkisar 1 bulan, penyebab dari konstipasi ini adalah penyakit hirschsprung ( suatu bentuk penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat lemahnya pergerakan usus karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya )

  1. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik  konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.
Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan. Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi.
Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairandalam rongga perut atau adanya massa tinja.
Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) ataufistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko konstipasi seperti gula darah,kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur.Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor.otot polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinjakeras yang menyumbat bahkan melubangi usus.
Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian orang konstipasi hanya sekadar mengganggu.
Tapi, bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%) usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%).  Hal ini menyebabkan kesakitan danmeningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi menimbulkan akibat yang fatal. pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi demam sampai 39,5 derajat celcius. Delirium (kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang,
Bunyi usus melemah, penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga badan. pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan kandung kemih menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak terkontrol. sering mengejan berlebihan menyebabkan turunnya poros usus.
  1. Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi : 
1.    Pengobatan non-farmakologis.

a.       Latihan usus besar
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan refleks gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini. 


b.      Diet:
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. Untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontra indikasi untuk asupan cairan.
c.       Olahraga cukup
aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari- lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.

2.        Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4  tipe golongan obat pencahar:
a.    Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
b.    Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya :minyak kastor, golongan dochusate
c.    Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal,antara lain: sorbitol, laktulose, gliserin
d.   Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. golongan ini yang banyak dipakai.perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya: Bisakodil, Penolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak adarespons dengan pengobatan yang diberikan. pada umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KONSTIPASI
A.          Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Biodata Pasien
b.      Keluhan Utama
c.       Riwayat Kesehatan
d.      Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.
e.       Riwayat / Keadaan Psikososial
f.       Pemeriksaan Fisik
g.      Pola Kebiasaan Sehari-hari
h.       
2.      Analisa Data
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
  1. Diagnosa
a.      Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.
c.       Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

4.      Intervensi dan Rasional
Diagnosa         : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan             : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasi     :
·         Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.
·         Konsistensi feses lembut
·         Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi
1.            Mandiri:
·            Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
·         Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
·            Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
·         Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
2.            Kolaborasi:
Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi
ü  Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien
ü  Untuk memfasilitasi refleks defekasi
ü  Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal
ü  Untuk melunakkan eliminasi feses
































BAB VII
MASALAH PADA ANAK DENGAN APENDISITIS

A.  Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada appendiks yang merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.

B.       Etiologi atau Penyebab Apendisitis
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
1.      Hiperplasia dari folikel limfoid
2.      Adanya fekalit (timbunan tinja yang keras) dalam lumen appendiks
3.      Tumor appendiks
4.      Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5.      Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.


C. Patofisiologi Apendisitis
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

D. Tanda Dan Gejala Apendisitis
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi appendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue.

E. Penatalaksanaan Apendisitis
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
1.      Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan
2.      Tindakan operatif ; appendiktomi
3.      Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

F. Asuhan Keperawatan Apendisitis
Pengkajian
a.       Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
b.      Identitas penanggung.
c.       Riwayat Kesehatan
·      Keluhan utama Klien
Nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
·      Riwayat kesehatan sekarang
keluhan nyeri abdomen kanan bawah, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
·      Riwayat kesehatan sekarang
Berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi                       : Klien mungkin takikardia.
Respirasi                      : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Aktivitas/istirahat         :Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. Keamanan Demam, biasanya rendah.
·         Riwayat kesehatan dahulu
·         Riwayat kesehatan keluarga

Pemeriksaan fisik
a.       Lakukan TTV
b.      Pemeriksaan abdomen
·         Inspeksi
·         Auskultasi
·         Palpasi
·         Perkusi –
·         Ekstermitas : lihat adanya edema atau lesi
c.       Pemeriksaan Laboratorium
·         Leukosit : 10.000 - 18.000 / mm3
·         Netrofil meningkat 75 %
·         WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah)

d.      Data Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi        : Foto colon yang memungkinkan adanya fecalit pada katup.
Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian

e.       Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi



f.       Pemeriksaan Penunjang
·         Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
·         Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

G. Diagnosa Keperawatan Apendisitis
Pre operasi
a.       Resiko tinggi kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.
b.      Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
c.       Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko tinggi kekurangan cairan pada pasien akan berkurang, dengan kriteria hasil :
·         NOC   :hydration
·         No Indikator IR ER
Ø  Fluid intake
Ø  Weight loss
·         NIC : Fluid Management
Ø  Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
Ø  Monitor vital sign
Ø  Monitor berat pasien sebelum dan setelah dialisis
Ø  Dorong masukan oralju
Ø  Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
Ø  Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Ø  Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )

Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam, diharapkan rasa nyeri pasien dapat berkurang, dengan indikator :
·         NOC : Pain level
·         No Indikator IR ER
Ø  Fekuensi nyeri
Ø  Perubahan nafsu makan
Ø  Gangguan istirahat
·         NIC : Pain Management
Ø  Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri
Ø  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Ø  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
Ø  Tingkatkan istirahat
Ø  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam, di harapkan kecemasan pasien akan berkurang, dengan kriteria hasil :
·         NOC : Anxiety Self Control
·         No Indikator IR ER
Ø  Monitor intensitas kecemasan
Ø  Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
·         NIC : Anxiety Reduction
Ø  Gunakan pendekatan yang menenangkan
Ø  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasie
Ø  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Ø  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
Ø  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
Ø   Dengarkan dengan penuh perhatian
Ø  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
Ø  Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Ø  Barikan obat untuk mengurangi kecemasan


Post operasi
a. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi apendektomi.
Setelah dilakukan tindakan selama 5 x 24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang, dengan kriteria hasil :
·         NOC : Pain level
·         No Indikator IR ER
Ø  Frekuensi nyeri
Ø  Ekspresi wajah
Ø  Ketegangan otot
·         NIC : Pain level
Ø  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Ø  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Ø  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Ø  Kurangi faktor presipitasi nyeri
Ø  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
Ø  Tingkatkan istirahat
Ø  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang berhubungan dengan anorexia, mual.
NOC : Nutritional status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi dapatterpenuhi dengan indicator :
·         No. Indicator IR ER
·         Nutrient intake
·         Food and fluid intake
·         Energy
·         Weight 


·      NIC : Eating Disorder Management
Ø  Kaji adanya alergi makanan
Ø  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Ø  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Ø  Berikan substansi gula
Ø  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Ø  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)


c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah. Kurang pengetahuan tentang perawatan dan penyakit berhubungan dengan kurang informasi.

Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam, diharapkan resiko infeksi berkurang, dengan kriteria hasil :
·         NOC : Knowledge Infection Control
·         No Indikator IR ER
Ø  Mendeskripsikan penatalaksanaan yang tepat pada infeksi
Ø  Mendeskripsikan langkah langkah yang harus dilakukan selanjutnya bila terinfeksi


H. Perencanaan
1. Persiapan umum operasi
Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum operasi :
a.       Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan).
b.      Mengukur tanda-tanda vital.
c.       Mengukur berat badan dan tinggi badan.
d.      Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa, Urinalisa).
e.       Wawancara.


2. Persiapan klien malam sebelum operasi
Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi;
a. Persiapan kulit
Kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi merusak integritas kulit maka akan menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.
Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur operasi.
b. Persiapan saluran cerna
Persiapan khusus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :
1) Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.
2) Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.
3) Mencegah infeksi feses saat operasi.
Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :
1. Puasa dan pembatasan makan dan minum.
2. Pemberian enema jika perlu.
3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.
4. Jika klien menerima anastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 – 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.

c. Persiapan untuk anastesi
Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melakukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.

d. Meningkatkan istirahat dan tidur
Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik, tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang cukup.



4.      Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-obatan pre operasi :
a.       Mencatat tanda-tanda vital
b.      Cek gelang identitas klien
c.       Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik
d.      Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus
e.       Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir
f.       Anjurkan klien untuk buang air kecil
g.      Perawatan mulut jika perlu
h.      Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala
i. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.

4. Intervensi pre operasi
a.       Obsevasi tanda-tanda vital
b.      Kaji intake dan output cairan
c.       Auskultasi bising usus
d.      Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik
e.       Ajarkan tehnik relaksasi
f.       Beri cairan intervena
g.      Kaji tingkat ansietas
h.      Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan

5.      Intervensi post operasi
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi
c. Kaji keadaan luka
d. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.
e. Kaji status nutrisi
f. Auskultasi bising usus
g. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.

I. Evaluasi
1. Gangguan rasa nyaman teratasi
2. Tidak terjadi infeksi
3. Gangguan nutrisi teratasi
4. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya
5. Tidak terjadi penurunan berat badan
6. Tanda-tanda vital dalam batas normal





























BAB VIII
PENUTUP
1.        Kesimpulan
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan, hal tersebut di pengaruhi oleh 4 faktor yaitu : lingkungan, genetik, perilaku dan pelayanan kesehatan. Apabila keempat faktor tersebut mengalami suatu ketidakseimbangan, maka individu berada dalam keadaan yang di sebut dengan sakit.
Anak merupakan individu yang harus kita jaga dan harus diperhatikan dari segi fisik maupun psikologis. Salah satunya yaitu pada masalah sistem pencernaan yang meliputi diantaranya Hirschsprung, Gastritis, Diare, Typoid, Kontipasi, Apendisitis.

2.        Saran
Sebagai seorang perawat kita haruslah memperhatikan anak dari segi fisik maupun psikologis, dan juga kepada orang tua diharapkan untuk lebih peduli terhadap masalah yang sedang anak rasakan.



















DAFTAR PUSTAKA
Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. DR. Nursalam, M.Nurs (Hons). Rekawati Susilaningrum, SST. Sri Utami, S.Kep. Penerbit Salemba Medika.
Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Sodikin, M.Kes. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sacharin,Rosa M,1996,Prinsip Keperawatan Pediatrik,edisi II,EGC,jakarta.

Muscari,E mary,2005,Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik, edisi III,EGC,jakarta

NANDA NIC-NOC. Jilid 1. Amin Huda Nurarif. Hardhi Kusuma. Mediaaction.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

















Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem Pencernaan

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan, hal tersebut di pengaruhi ole...